Aktivis M. Purba Tegas: PT HOPSON Harus Disegel, Ini Pelanggaran Nyata terhadap UU Kehutanan dan PPLH

LIPUTAN 3

- Redaksi

Kamis, 6 November 2025 - 18:10 WIB

5024 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Banda Aceh (Kamis, 6 November 2025) – Aktivis Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Gayo Lues, M. Purba, S.H., mendesak Dinas Perizinan Pemerintah Aceh agar segera turun ke Gayo Lues untuk menertibkan adanya dugaan beberapa perusahaan pengolahan pinus yang diduga kuat masih beroperasi meskipun tanpa izin resmi.

Sebagaimana temuan di lapangan, PT Hopson diduga semakin berani beroperasi setiap hari. Perusahaan tersebut disebut sudah melakukan kegiatan operasional meskipun tidak memiliki izin, sementara papan pelarangan beroperasi masih terpasang di depan pintu gerbangnya. Aparat penegak hukum, DLHK, KPH, BPHL, maupun kementerian terkait seolah tidak lagi dianggap.

ADVERTISEMENT

banner 300x250

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dijelaskan Purba, apabila perusahaan tetap beroperasi setelah Surat Izin Pemanfaatan Hasil Hutan (SIPUHH) dibekukan, maka dapat dikenakan sanksi pidana berat, termasuk pidana penjara bagi direksi dan/atau komisaris, denda dalam jumlah besar bagi perusahaan, serta potensi pencabutan izin permanen.

Dasar Hukum dan Sanksi
Pembekuan izin merupakan sanksi administratif yang berarti perusahaan tersebut tidak lagi memiliki dasar hukum untuk beroperasi secara sah. Melanjutkan operasi dalam kondisi ini dianggap melanggar hukum, khususnya jika kegiatan tersebut berkaitan dengan sektor kehutanan atau lingkungan hidup.

Sanksi pidana yang dapat dikenakan didasarkan pada pelanggaran undang-undang terkait, seperti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja) dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Konsekuensi spesifik meliputi:

  • Pidana Penjara dan/atau Kurungan: Penanggung jawab perusahaan (direksi, komisaris, atau pihak lain yang terlibat) dapat dikenakan pidana penjara dengan ancaman mencapai belasan tahun, tergantung pada tingkat pelanggaran dan dampaknya.

  • Denda: Perusahaan dapat dijatuhi pidana denda dalam jumlah besar, mencapai miliaran rupiah.

  • Pidana Tambahan: Selain denda, perusahaan dapat dikenakan pidana tambahan berupa penutupan seluruh atau sebagian perusahaan, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, dan/atau kewajiban pemulihan lingkungan.

  • Pencabutan Izin Permanen: Jika proses pidana di kepolisian selesai dan terbukti bersalah, pembekuan izin dapat ditingkatkan menjadi pencabutan izin usaha secara permanen.

  • Dianggap Ilegal: Beroperasi tanpa izin yang sah (karena dibekukan atau dicabut) menjadikan kegiatan usaha tersebut ilegal, dan perusahaan berisiko menghadapi tuntutan hukum lebih lanjut dari pihak berwenang.

Intinya, perusahaan yang melanggar sanksi pembekuan izin melakukan tindakan melanggar hukum serius yang berujung pada konsekuensi pidana dan administratif yang berat.

Perusahaan yang menadah (menampung, membeli, mengolah, atau memasarkan) hasil hutan ilegal, termasuk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), dapat dikenakan sanksi pidana berat berdasarkan undang-undang di Indonesia, terutama Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Perusahaan (korporasi) yang terlibat dalam tindak pidana kehutanan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana di samping perorangan yang bertindak atas nama korporasi tersebut.

Sanksi yang dikenakan meliputi:

  • Pidana Penjara: Individu di dalam perusahaan (pengurus, direksi) yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut dapat dikenakan pidana penjara.

  • Denda: Korporasi dapat dijatuhi pidana denda yang besarannya diatur dalam undang-undang terkait. Denda merupakan sanksi pokok bagi korporasi.

  • Perampasan Aset: Semua hasil hutan ilegal yang ditadah atau diolah, serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan (seperti alat angkut dan alat produksi), dapat dirampas untuk negara.

  • Sanksi Administratif: Selain sanksi pidana, perusahaan juga dapat dikenakan sanksi administratif seperti penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif, atau pencabutan perizinan berusaha (PBPH).

Contoh Pasal Terkait
Meskipun pasal spesifik untuk HHBK ilegal perlu ditelusuri lebih detail, prinsip hukum untuk hasil hutan ilegal secara umum diatur dalam pasal-pasal berikut:

  • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013: Mengatur secara spesifik pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, termasuk tindak pidana terkait pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan ilegal (yang dipungut secara tidak sah).

  • Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 (dan perubahannya): Mengatur larangan dan sanksi terkait pemanfaatan hasil hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.

Perusahaan yang menadah hasil hutan ilegal, termasuk HHBK, dianggap turut serta atau sebagai penadah barang yang diperoleh dari tindak pidana kehutanan. Hal ini merupakan pelanggaran serius dengan ancaman hukuman finansial yang signifikan dan potensi hukuman penjara bagi pengurusnya, ungkap Aktivis LIRA tersebut, sembari mendesak semua pihak terkait agar segera melakukan tindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(TIM)

Berita Terkait

Bea Cukai Aceh Tetapkan Standar Pelayanan Baru untuk Wujudkan Layanan Publik Berkualitas
DPW Fanst Kawal Program Gubernur, Usul Aksi Serius Berantas Tambang Ilegal
Adhyaksa Aceh Auto Fest 2025 Jadi Wadah Kreatif Anak Muda Aceh di Dunia Modifikasi Motor dan Mobil
Dana BOS dan Pungutan Biaya Masuk MIN 5 dan MIN 6 Banda Aceh Harus Diusut Lima Tahun ke Belakang
Pengkhianatan terhadap Tanah Aceh: Empat Pulau Hilang, Suara Rakyat Menuntut Keadilan dan Transparansi
Kejati Aceh Didesak Usut Dugaan Korupsi Proyek Gedung Perpustakaan Mangkrak di Aceh Tengah
Modus Janji Untung Besar, Peternak di Banda Aceh Tertipu Puluhan Juta oleh Pegawai Barbershop
Rakor Keluarga Ulee Balang Sepakat Restrukturisasi Pengurus Dan Rencana Kerja

Berita Terkait

Selasa, 23 September 2025 - 17:23 WIB

EWC IV Tingkat Nasional 2025: Ajang Literasi Akademik Mahasiswa Kembali Digelar

Kamis, 12 Juni 2025 - 15:33 WIB

PT MGK Jadi Ancaman Hukum dan Lingkungan, Presma UTU Serukan Tindakan Tegas Polda Aceh

Kamis, 20 Maret 2025 - 22:36 WIB

Arhammar Ridha Resmi Maju Sebagai Calon Ketua DPD PAN Aceh Barat Periode 2025-2030

Berita Terbaru