Gedung Bernilai Rp 9,7 Miliar Terbengkalai, Temuan BPK Diduga Tak Ditindaklanjuti
Banda Aceh | Pembangunan Gedung Perpustakaan Daerah Kabupaten Aceh Tengah yang menelan anggaran hingga Rp 9,7 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2023 kini menjadi sorotan tajam publik. Hingga pertengahan 2025, bangunan yang sejatinya menjadi pusat literasi masyarakat tersebut tampak terbengkalai dan tak kunjung difungsikan, memunculkan dugaan kuat adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek.
Mahmud Padang, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Provinsi Aceh, menyebutkan bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Tahun Anggaran 2023, terdapat kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 327.881.709,82 dalam proyek tersebut. Namun, hingga kini, temuan tersebut belum sepenuhnya ditindaklanjuti oleh pihak pelaksana, bahkan gedung tampak dibiarkan mangkrak.
“Temuan BPK itu seharusnya ditindaklanjuti maksimal 60 hari setelah LHP diterbitkan. Ini sudah pertengahan tahun 2025, artinya telah terjadi pelanggaran administratif yang patut dicurigai sebagai kelalaian dengan unsur pidana,” tegas Mahmud kepada Tunas Karya, Selasa (3/6/2025).
Menurut Mahmud, berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Alamp Aksi dari masyarakat dan sumber internal pemerintah daerah, dari total nilai temuan sebesar Rp 327,8 juta, pihak kontraktor proyek disebut hanya menyelesaikan pengembalian sebesar Rp 100 juta. Artinya, sekitar Rp 227,8 juta belum dikembalikan ke kas daerah. Nilai ini, kata Mahmud, bisa dikategorikan sebagai kerugian negara karena telah melampaui batas waktu yang diatur dalam Peraturan BPK RI Nomor 2 Tahun 2010.
“Jika dana tersebut tidak dikembalikan, maka hal ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi sudah masuk ke ranah pidana. Apalagi jika ditinjau dari kondisi fisik gedung yang mangkrak, bisa jadi kerugian negara lebih besar dari angka yang tercatat dalam temuan awal,” imbuhnya.
Mahmud menekankan bahwa kondisi gedung yang tidak bisa dimanfaatkan saat ini menandakan kualitas pengerjaan proyek yang patut dipertanyakan. Ia menyebut pembangunan terkesan asal jadi, tanpa pengawasan yang memadai dari pihak terkait.
Alamp Aksi secara tegas mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk segera turun tangan menyelidiki dugaan korupsi yang mengiringi proyek perpustakaan tersebut. Menurut Mahmud, Kejati Aceh tak boleh tinggal diam melihat adanya indikasi kerugian keuangan negara yang terjadi secara terang-terangan.
“Kita berharap Kejati Aceh segera mengusut dan menindaklanjuti dugaan indikasi korupsi ini. Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Ini uang rakyat, dan setiap rupiahnya harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan bahwa pembiaran terhadap praktik penyimpangan dalam proyek-proyek pembangunan dapat membuka ruang bagi korupsi sistematis dan berulang. “Apalagi proyek ini menyangkut sektor pendidikan dan literasi publik. Kalau sampai mangkrak, berarti bukan hanya uang yang disia-siakan, tapi juga masa depan generasi di daerah,” tegas Mahmud.
Pantauan warga dan informasi dari sumber lokal menyebutkan bahwa gedung perpustakaan saat ini tampak terbengkalai, tanpa kegiatan pembangunan lanjutan ataupun upaya pemanfaatan. Beberapa bagian bangunan bahkan mulai mengalami kerusakan akibat tidak dirawat dan terkena cuaca ekstrem.
Sejumlah tokoh masyarakat di Aceh Tengah menyayangkan kondisi ini. Menurut mereka, gedung yang awalnya digadang-gadang akan menjadi ikon baru literasi daerah justru kini menjadi simbol kegagalan pengelolaan anggaran publik.
































